A.
Konsep
Dasar Medis
1. Pengertian
a. Hernia
merupakan prostitusi atau penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol
melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut.
(Nurarif Amin Huda. 2015).
b. Hernia
merupakan prostitusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan yang terdiri atas cincin, kantong dan
isi hernia. (Suratun. 2010).
c. Hernia
inguinalis atau sering kita sebut sebagai turun berok adalah suatu kondisi
medis yang ditandai dengan penonjolan jaringan lunak, biasanya usus, melalui bagian
yang lemah atau robek di bagain bawah dinding perut di lipatan paha. (Rahayuningtyas
Clara. 2014).
- Klasifikasi
Hernia
a. Klasifikasi
hernia menurut letaknya :
1) Hernia
inguinal :
Hernia inguinal dibagi menjadi :
a)
Hernia Indirek atau Lateral : hernia ini
terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis
inguinalis, dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum.
b)
Hernia Direk atau Medialis : hernia ini
melewati dinding abdomen di area kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti
pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Lebih umum terjadi pada lansia.
2) Hernia
Femoralis :
Hernia femoralis terjadi melalui
cincin femoral dan lebih umum pada wanita. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di
kanalis femoral yang membesar dan secara bertahap menarik peritonium dan hampir
tidak dapat di hindari kandung kemih masuk kedalam kantong.
3) Hernia
Umbilikal :
Hernia umbilikal pada umumnya
terjadi pada wanita karena peningkatan tekanan abdominal, Biasanya pada klien
obesitas dan multipara.
4) Hernia
Insisional :
Hernia insisional terjadi pada
insisi bedah sebelumnya yang telah sembuh secara tidak adekuat, gangguan
penyembuhan luka kemungkinan disebabkan oleh infeksi, nutrisi tidak adekuat,
distensi eksterm atau obesitas.
b. Klasifikasi
hernia berdasarkan terjadinya :
1) Hernia
Kongenital :
Hernia kongenital (bawaan) terjadi
pada pertumbuhan janin usia lebih dari 3 minggu testis yang mula-mula terletak
di atas mengalami penurunan (desensus) menuju skrotum.
2) Hernia
Akuisitas :
Hernia akuisitas (didapat) yang
terjadi setelah dewasa atau pada usia lanjut. Disebabkan karena adanya tekanan intraabdominal
yang meningkat dan dalam waktu yang lama, misalnya batuk kronis, konstipasi
kronis, gangguan proses kencing (hipertropi prostat, striktur uretra), asites
dan sebagainya.
c. Klasifikasi
hernia menurut sifatnya :
1) Hernia
Reponible/Reducible :
Bila isi hernia dapat keluar masuk,
usus keluar jika berdiri/mengejan dan masuk lagi jika berbaring/didorong masuk,
tidak ada keluhan nyeri/gejala obstruksi usus.
2) Hernia
Irreponible :
Bila isi kantong hernia tidak dapat
dikembalikan kedalam rongga karena perlekatan isi kantong pada pada peritoneum
kantong hernia, tidak ada keluhan nyeri/tanda sumbatan usus, hernia ini disebut
juga hernia akreta.
3) Hernia
Strangulata/Inkaserata :
Bila isi hernia terjepit oleh
cincing hernia, isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali dalam rongga
perut disertai akibat yang berupa gangguan pasase/vaskularisasi. (Suratun.
2010).
- Anatomi
Fisiologi
Saluran
pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi
organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan
kandung empedu.
a.
Mulut
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan dan
sistem pernafasan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput
lendir. Saluran dari kelenjar liur di pipi, dibawah lidah dan dibawah
rahang mengalirkan isinya ke dalam mulut. Di dasar mulut terdapat lidah yang
berfungsi untuk merasakan dan mencampur makanan. Di belakang dan dibawah mulut
terdapat tenggorokan (faring). Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang
terdapat di permukaan lidah. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di
hidung. Pengecapan relatif sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan
pahit. (Rizqiyansyah Apri. 2013).
b. Tenggorokan
(Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan
kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Dalam lengkung
faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung
kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak
bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya di belakang rongga
mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang. (Anisa Nur Nina. 2014).
c. Kerongkongan
(Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada
vertebrata yang di lalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam
lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses
peristaltik. Sering juga disebut esophagus (dari bahasa Yunani : οiσω, oeso “membawa”,
dan έφαγον, phagus “memakan”). Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6
tulang belakang.
Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga
bagian :
1) Bagian superior (sebagian
besar adalah otot rangka).
2) Bagian tengah (campuran
otot rangka dan otot halus).
3) Bagian inferior
(terutama terdiri dari otot halus).
Dari mulut, makanan menuju ke esophagus yang
dindingnya dilapisi epithelium berlapis pipih. Kerongkongan berupa tabung otot
yang panjangnya sekitar 25 cm. oleh karena itu otot tersusun secara memanjang
dan melingkar, maka jika terjadi kontraksi secara bergantian akan terjadi gerak
peristaltik. Dengan gerak peristaltik, makanan terdorong menuju lambung.
(Zuyina. 2011).
d. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan
berbentuk seperti kandang keledai, Terdiri dari 3 bagian yaitu Kardia, Fundus,
Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel
yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir.
2) Asam klorida (HCl).
3) Prekursor pepsin (enzim
yang memecahkan protein).
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan
oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan
kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat
asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang
tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh
berbagai bakteri. (Zuyina. 2011).
e.
Usus Halus
Usus halus berupa tabung yang panjangnya 6-8
meter, terdiri atas 3 bagian, yaitu duodenum (usus 12 jari) panjangnya ± 2,5
meter dan ileum ± 3,6 meter. Dinding usus halus banyak mengandung kelenjar
mukosa halus yang menghasilkan 3 liter getah per hari. Getah ini mengandung
enzim sakrase, maltase, laktase, serta erepsinogen. Sakrase mencerna sukrosa
menjadi glukosa dan fruktosa. Maltase mencerna maltose menjadi glukosa. Laktase
mencerna laktosa menjadi glukosa. Erepsinogen diaktifkan oleh enterokinase
menjadi erepsin. Erepsin adalah suatu enzim peptidase yang mengubah pepton
menjadi asam amino.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua
belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan
masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pylorus dalam jumlah yang bias dicerna
oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung
untuk berhenti mengalirkan makanan. (Zuyina. 2011).
f.
Usus besar (Intestinum Mayor)
Merupakan saluran pencernaan berupa usus
berpenampang luas atau berdiameter besar dengan panjang 1,5-1,7 meter dan
penampang 5-6 cm. Usus besar merupakan lanjutan dari usus halus yang tersusun
seperti huruf U terbalik dan mengelilingi usus halus dari valvula ileosekalis
sampai ke anus.
Lapisan Usus Besar :
1)
Lapisan selaput lender (mukosa) : lapisan ini tidak memiliki vili,
kripta-kripta yang terdapat di dalam ± 0,5 mm terletak berdekatan satu sama
lain.
2)
Lapisan otot melingkar (M. Sirkuler) : lapisan ini berada di
sebelah dalam dan berbentuk lingkaran.
3)
Lapisan jaringan ikat (serosa) : lapisan ini merupakan jaringan
ikat yang berada di sebelah luar.
Struktur Usus Besar :
1)
Sekum : kantong lebar yang terletak pada fossa iliaka dekstra.
Pada bagian bawah sekum terdapat apendiks vermiformis disebut umbai cacing,
panjangnya ± 6 cm. Muara apendiks ditentukan oleh titik Mc burney yaitu daerah
antara l/3 bagian kanan dan 1/3 bagian tengah garis penghubung kedua spina
iliaka anterior superior (SIAS). Sekum seluruhnya ditutupi oleh peritoneum agar
mudah bergerak dan dapat diraba melalui dinding abdomen membentuk sebuah katub
dinamakan valvula koli (valvula Bauchini). Titik Mc burney : merupakan tempat
proyeksi muara ileum ke dalam sekum. Titik potong tapi lateral dengan garis
penghubung SIAS kanan dengan pusat. Pada waktu peradangan apendisitis, daerah
ini sangat sakit saat ditekan. Kadang-kadang apendiks perlu dibuang dengan
operasi apendiktomi untuk menghilangkan infeksi.
2)
Kolon asendens : bagian yang memanjang dari sekum ke fossa iliaka
kanan sampai sebelah kanan abdomen. Panjangnya 13 cm terletak di bawah abdomen
sebelah kanan dan di bawah hati ke sebelah kiri. Lengkung ini disebut fleksura
hepatica (fleksura koli dekstra) dan dilanjutkan dengan kolon transversum.
3)
Kolon transversum : panjangnya 38 cm membujur dari kolon asendens
sampai ke kolon desenden. Berada di bawah abdomen sebelah kanan tepat pada lekukan
disebut fleksura lienalis (fleksura koli sinistra), mempunyai mesenterium yang
melekat pada omentum mayus.
4)
Kolon desenden : panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen
bagian kiri dari atas ke bawah. Dari depan fleksura lienalis sampai depan ileum
kiri, bersambung dengan sigmoid dan dinding belakang peritoneum
(retroperitoneal).
5)
Kolon sigmoid : bagian ini merupakan lanjutan kolon desenden,
terletak miring dalam rongga pelvis. Bagian ini panjangnya 40 cm dalam rongga
pelvis sebelah kiri, berbentuk huruf S. Ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.
Kolon sigmoid ini ditunjung oleh mesenterium yang disebut mesokolon sigmoideum.
(Syaifuddin. 2009).
g.
Rektum dan Anus.
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah
sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara
feses). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum
akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi.
Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus
besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi
tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan
terjadi. (Anisa Nur Nina. 2014).
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari
ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum
ini kosong karena tinja di simpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon
desendens. Jika kolon desendens penuh buang air besar (BAB). Orang dewasa dan
anak yang lebih tua bias menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih
muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda
BAB.
Rektum terdiri atas dua bagian yaitu :
1)
Rektum propida : bagian yang melebar
disebut ampula rekti, jika terisi sisa makanan akan timbul hasrat defekasi.
2)
Rektum analis rekti : sebelah bawah ditutupi
oleh serat-serat otot polos (muskulus sfingter ani internus dan muskulus
sfingter ani eksternus). Kedua otot ini berfungsi pada waktu defekasi.
Anus merupakan lubang di ujung saluran
pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari
permukaaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Suatu cincin berotot
(sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup. (Zuyina. 2011).
- Etiologi
Penyebab pasti hernia masih belum diketahui, tetapi
ada beberapa predisposisi yang dihubungkan dengan peningkatan risiko hernia,
meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Peningkatan
tekanan intraabdomen :
Banyak faktor yang dapat
meningkatkan tekanan intraabdomen. Beberapa pasien mengalami hernia setelah
mengalami injuri abdomen. Tekanan abdomen dengan intesitas tinggi seperti pada
batuk atau muntah berat, kehamilan, obesitas, cairan intraabdomen, atau
mengangkat benda berat meningkatkan dorongan dan beresiko terjadi hernia.
b. Kelemahan
kongenital :
Defek kongenital pada sfingter
kardia memberikan predisposisi melemahnya bagian ini, dengan adanya peningkatan
tekanan intraabdomen, maka kondisi
hernia menjadi meningkat.
c. Peningkatan
usia :
Kelemahan otot dan kehilangan
elastisitas pada usia lanjut meningkatkan risiko terjadinya hernia. Dengan
melemahnya elastisitas, sfingter kardia yang terbuka luas tidak kembali ke
posisi normal. Selain itu, kelemahan otot diafragma juga membuka jalan masuknya
bagian lambung ke rongga toraks. (Muttaqin. 2011).
- Insiden
Hernia
inguinalis sering terjadi pada pria. Angka kejadian pria adalah 12 kali lebih
sering dibanding wanita. Terjadinya hernia pada orang dewasa disebabkan oleh
penyebab sekunder seperti umur, namun sering pada usia antara 45 sampai 75
tahun. (Rahayuningtyas Clara. 2014).
Angka
kejadian hernia di dunia dengan perbandingan satu diantara 3.000 penduduk atau
0,03 %. Di Amerika insiden hernia inguinalis lateralis yaitu satu diantara 544
penduduk atau 0,18 %, sedangkan di Indonesia insiden hernia inguinalis lateralis
yaitu 15 di antara 1000 penduduk atau 1,5 %. Hernia inguinalis lateralis sering
dijumpai pada laki-laki, dengan insiden 12 kali lebih sering dibandingkan
wanita. (Suratun. 2010).
Berdasarkan data yang
diperoleh dari catatan RSUD Tenriawaru Bone dari tahun 2013 sebanyak 189
orang, tahun 2014 sebanyak 213 orang, tahun 2015 sebanyak 217 orang, dan
triwulan tahun 2016 ini sebanyak 34 orang. (Rekam Medik RSUD Tenriawaru Bone).
- Patofisiologi
Hernia terdiri dari tiga unsur yaitu kantong hernia
yang terdiri dari peritoneum, isi hernia (usus, omentum, kadang berisi organ
intraperitoneal lain atau organ ekstraperitonel seperti ovarium, apendiks
divertikel dan buli-buli), dan struktur yang menutupi kantong hernia yang dapat
berupa kulit (skrotum), umbilikus, paru dan sebagainya.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali
kongenital atau di dapat, lebih banyak terjadi pada pria dari pada wanita.
Faktor yang berperan kausal adalah adanya prosesur faginalis yang terbuka,
peningkatan tekanan intraabdomen (pada kehamilan, batuk kronis, pekerjaan
mengangkat berat, mengejan saat defekasi dan miksi, akibat BPH dan kelemahan
otot dinding perut karena usia).
Secara patofisiologi pada hernia indirek, sebagian
usus keluar melalui duktus spermatikus sebelah lateral dari arteri epigastrika
inferior mengikuti kanalis inguinalis yang berjalan miring dari lateral atas ke
medial, masuk ke dalam skrotum. Juga disebut hernia inguinalis lateralis atau
oblique dan biasanya merupakan hernia yang kongenital. Kongenital karena melalui
suatu tempat yang juga merupakan kelemahan kongenital. Karena usus keluar dari
rongga perut masuk ke dlaam skrotum dan jelas tampak dari luat maka hernia
inguinalis disebut pula “hernia eksternal”.
Jika lubang hernia cukup besar maka isi hernia
(usus) dapat didorong masuk lagi keadaan ini di sebut hernia reponibel. Jika
isi hernia tidak dapat masuk lagi disebut hernia inkaserata, pada keadaan ini
terjadi bendungan darah pembuluh darah yang disebut strangulasi. Akibat
gangguan sirkulasi darah akan terjadi kematian jaringan setempat yang disebut
infark. Infark pada usus disertai dengan rasa nyeri dan perdarahan di sebut
infark hemoragik.
Bagian usus yang nekrotik berwarna merah
kehitam-hitaman dengan dinding yang menebal akibat bendungan dalam vena. Darah
dapat juga masuk ke dalam isi hernia (usus) atau ke dalam kantong hernia. Akibat
infeksi kuman yang ada dalam rongga usus yang terbendung, maka mudah terjadi
pembusukan atau gangren. (Suratun. 2010).
- Manifestasi
Klinik
Manifestasi
klinik Hernia Inguinalis Lateralis sebagai berikut :
a. Tampak
adanya benjolan di lipatan paha atau perut bagian bawah dan benjolan bersifat
temporer yang dapat mengecil dan menghilang yang disebabkan oleh keluarnya
suatu organ.
b. Bila
isinya terjepit akan menimbulkan perasaan nyeri di tempat tersebut disertai
perasaan mual.
c. Nyeri
yang diekpresikan sebagai rasa sakit dan sensasi terbakar. Nyeri tidak hanya
didapatkan di daerah inguinal tapi menyebar ke daerah panggul, belakang kaki,
dan daerah genetal yang disebut reffred
pain. Nyeri biasanya meningkat dengan durasi dan intensitas dari aktifitas
atau kerja yang berat. Nyeri akan meredah atau menghilang jika istirahat. Nyeri
akan bertambah hebat jika terjadi stranggulasi karena suplai darah ke daerah
hernia terhenti sehingga kulit menjadi merah dan panas.
d. Hernia
femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga menimbulkan
gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah) di samping
benjolan di bawah selah paha.
e. Hernia
diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut di sertai sesak nafas.
f. Bila
klien mengejan atau batuk maka hernia akan bertambah besar.
(Suratun. 2010).
- Komplikasi
Komplikasi
yang mungkin terjadi pada hernia sebagai berikut :
a. Hernia
berulang.
b. Obstruksi
usus persial atau total.
c. Luka
pada usus.
d. Gangguan
suplai darah ke testis jika klien laki-laki.
e. Perdarahan
yang berlebihan.
f. Infeksi
luka bedah.
g. Fistel
urine dan feses.
(Suratun. 2010).
- Tes Diagnostik
a. Pemeriksaan
darah lengkap : menunjukkan peningkatan sel darah putih, serum elektrolit dapat
menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit) dan ketidakseimbangan
elektrolit. Pemeriksaan koagulasi darah : mungkin memanjang, mempengaruhi
homeostatis intraoperasi atau post operasi.
b. Pemeriksaan
urine :
Munculnya sel darah merah atau
bakteri yang mengindikasikan infeksi.
c. Elektrokardiografi
(EKG) :
Penemuan akan sesuatu yang tidak
normal memberikan prioritas perhatian untuk memberikan anastesi.
d. Sinar
X abdomen : Menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus atau obstruksi usus.
(Suratun. 2010).
- Penatalaksanaan
medik
Penatalaksanaan
medik hernia inguinalis antara lain :
a. Terapi
Konservatif :
1) Reposisi
:
Tindakan memasukkan kembali isi
hernia ke tempatnya semula secara hati-hati dengan tindakan yang lembut tetapi
pasti. Tindakan ini hanya dapat dilakukan pada hernia reponibilis dengan
menggunakan kedua tangan. Tangan yang satu melebarkan leher hernia sedangkan
tangan yang lain memasukkan isi hernia melalui hernia tadi.
2) Pemakaian
penyangga/sabuk hernia :
Pemakaian bantalan penyangga hanya
bertujuan menahan hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan
sehingga harus dipakai seumur hidup.
b. Terapi
Operatif :
1) Herniotomi
:
Pada herniotomi dilakukan
pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya. Kantong dibuka dan isi hernia
dibebaskan jika ada perlengkapan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit,
ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
2) Hernioplasti
:
Pada hernioplasti dilakukan
tindakan memperkecil anulus inguinalis dan memperkuat dinding belakang kanalis
inguinalis.
c. Medikasi
:
1) Pemberian
analgesik untuk mengurangi nyeri.
2) Pemberian
antiobiotik untuk menyembuhkan infeksi.
d. Aktivitas
dan diet
1) Aktivitas
:
Hindari mengangkat barang yang
berat sebelum atau sesudah pembedahan.
2) Diet
:
Tidak ada diet khusus, tetapi
setelah operasi diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi,
kemudian makan dengan gizi seimbang. Tingkatkan masukan serat dan tinggi cairan
untuk mencegah sembelit dan mengejan selama buang air besar. Hindari kopi, teh,
coklat, minuman berkarbonasi, minuman beralkohol dan setiap makanan atau bumbu
yang memperburuk gejala
B.
Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan
1. 1. Pengkajian
Pengkajian
dan pengumpulan informasi adalah fase pertama proses keperawatan. Jika data
dikumpulkan secara tidak benar, pasien dapat mengalami komplikasi yang besar
pada tahap akhir. Masalah kesehatan mungkin diidentifikasi secara tidak tepat dan
akan sulit untuk membuat rencana keperawatan yang tepat atau memberikan asuhan
keperawatan yang efektif. Pengumpulan informasi yang tidak benar memiliki
konsekuensi dengan pencapaian jauh dalam rangkaian tahap proses keperawatan.
Elemen
yang paling penting pada fase pengkajian adalah mengawali hubungan perawatan
yang berarti, pengumpulan yang benar, pemilihan dan pengaturan data, serta
verifikasi anlisis dan laporannya. (Lynn Basford. 2006).
Pengkajian
data keperawatan pada klien pre operasi hernia adalah antara lain :
a. Aktivitas/istirahat
: Klien dilakukan anamneses mengenai riwayat pekerjaan, mengangkat beban berat,
duduk dan mengemudi dalam waktu yang lama, membutuhkan papan matras untuk
tidur. Pada pemeriksaan fisik klien mengalami penurunan rentang gerak, tidak
mampu melakukan aktivitas yang biasa, atrofi otot, gangguan dalam berjalan.
b. Sirkulasi
: Apakah klien mempunyai riwayat penyakit jantung, edema pulmonal, penyakit
vaskular perifer.
c. Eliminasi
: Apakah klien mengalami konstipasi, adanya inkontinensia atau retensi urine.
d. Makanan/Cairan
: Apakah kilen mengalami gangguan bising usus, mual, muntah, nyeri abdomen,
malnutrisi atau obesitas.
e. Nyeri/Kenyamanan
: Apakah klien mengalami nyeri di daerah benjolan hernia walaupun jarang
dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau daerah
periumbalikal berupa nyeri viseral karena regangan pada mesentrium sewaktu
segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia.
f. Keamanan
: Apakah klien mempunyai riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan.
g. Pernafasan
: Apakah klien mempunyai riwayat batuk kronik (penyakit paru obstruksi menahun).
(Suratun. 2010).
2.
Penyimpangan KDM
Gambar
2.2 :
Penyimpangan
KDM
Faktor pencetus:
Aktivitas berat,
kelemahan, Dinding abdomen,
Intraabdominal tinggi, Adanya
tekanan.
|
Hernia Inguinalis
Kantong hernia memasuki
celah
inguinal
Benjolan pada
region inguinal
Diatas ligamentum inguinal
mengecil bila berbaring
Mobilitas
Fisik
|
Kurang
pengetahuan
|
Nyeri
|
Kecemasan/Ansietas
|
3. 2. Diagnosa Keperawatan
NANDA
(1990) menetapkan diagnosis keperawatan dengan istilah berikut : Diagnosa
keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respons individu, keluarga atau
komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan actual dan potensial.
Diagnosis keperawatan merupakan dasar seleksi intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil yang diperhitungkan perawat. (Basford Lynn. 2006).
Diagnosa
keperawatan pada klien pra operasi hernia inguinalis sebagai berikut :
a. Nyeri
berhubungan dengan agen pencedera fisik, kompresi saraf, spasme otot.
b. Mobilitas
fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan, spasme otot.
c. Ansietas/Kecemasan
berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status kesehatan, peran fungsi,
ketidakadekuatan metode koping.
d. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi kurang
mengingat, tidak mengenal sumber-sumber informasi.
(Doenges
E. Marilynn. 2000).
4.
Rencana Tindakan Keperawatan
Perencanaan
adalah fase ketiga proses keperawatan. Menyusun rencana secara umum berarti
diselesaikan dengan cara tertentu, menggunakan alat tertentu dan dengan waktu
tertentu. Secara umum, setiap rencana biasanya meliputi :
a. Pernyataan
tujuan.
b. Pernyataan
tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan, yang biasanya mengacu pada
instruksi keperawatan, program keperawatan atau preskripsi keperawatan.
c. Deskripsi
kriteria evaluasi, termasuk spesifikasi yang jelas hasil yang diharapkan dan
skala waktu hasil tersebut dapat dicapai. (Basford Lynn. 2006).
Rencana
asuhan keperawatan pre operasi pada klien hernia :
a. Nyeri
berhubungan dengan agen pencedera fisik, kompresi saraf, spasme otot.
Tujuan
: Melaporkan rasa nyeri hilang/terkontrol, mengungkapkan metode yang memberikan
penghilangan, mendemostrasikan penggunaan intervensi terapeutik untuk
menghilangkan nyeri.
Tabel
2.1 : Intervensi Diagnosa I
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
|
Kaji adanya keluhan nyeri, catat
lokasi, lamanya serangan.
Pertahankan tirah baring.
|
1. Membantu
menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan dan
evaluasi terhadap terapi.
2. Tirah
baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien untuk menurunkan spasme
otot, menurunkan penekanan pada bagian tubuh tertentu dan memfasilitasi
terjadinya reduksi
|
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
3.
4.
5.
|
Batasi aktivitas selama fase akut
sesuai dengan kebutuhan.
Instruksikan pada pasien untuk
melakukan teknik relaksasi/visualisasi.
Berikan
obat sesuai dengan kebutuhan.
|
dari tonjolan diskus.
3. Menurunkan
gaya gravitasi dan gerak yang dapat menghilangkan spasme otot dan menurunkan
edema dan tekanan pada struktur sekitar diskus intervertebralis yang terkena.
4. Memfokuskan
perhatian pasien, membantu menurunkan tegangan otot dan meningkatkan proses
penyembuhan.
5. Merelaksasikan
otot dan menurunkan nyeri.
|
b. Mobilitas
fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan, spasme otot.
Tujuan
: mengungkapkan pemahaman tentang situasi/faktor risiko dan aturan pengobatan
individual, mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang sakit/kompensasi.
Tabel
2.2 : Intervensi Diagnosa II
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
|
Berikan
tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang spesifik.
Catat
respon
|
1. Tergantung
pada bagian tubuh yang terkena/jenis prosedur, aktivitas yang kurang
berhati-hati akan meningkatkan kerusakan spinal.
2. Immobilitas
yang dipaksakan
|
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
3.
4.
5.
|
emosi/perilaku
pada immobilisasi.
Bantu
pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif.
Demonstrasikan
penggunaaan alat penolong, seperti alat bantu jalan/tongkat.
Berikan
obat untuk menghilangkan nyeri kira-kira 30 menit sebelum
memindahkan/melakukan ambulasi pasien.
|
dapat memperbesar
kegelisahan, peka rangsang.
3. Keterbatasan
aktifitas bergantung pada kondisi yang khusus tetapi biasanya berkembang
dengan lambat sesuai toleransi.
4. Memberikan
stabilitas dan sokongan untuk mengkompensasi gangguan tonus/kekuatan otot dan
keseimbangannya.
5. Antisipasi
terhadap nyeri dapat meningkatkan ketegangan otot. Obat dapat merelaksasikan
pasien, meningkatakn rasa nyaman dan kerjasama pasien selama melakukan
aktivitas.
|
c. Ansietas/Kecemasan
berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status kesehatan, peran fungsi,
ketidakadekuatan metode koping.
Tujuan
: tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat dapat diatasi,
mengidentifikasi ketidakefektifan perilaku koping dan konsekuensinya, mengkaji
situasi terbaru dengan akurat, mendemostrasikan keterampilan pemecahan masalah.
Tabel
2.3 : Intervensi Diagnosa III
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
3.
4.
|
Kaji
tingkat ansietas pasien.
Berikan
informasi yang akurat dan jawab dengan jujur.
Berikan
kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapinya.
Kaji
adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan
mungkin menghalangi proses penyembuhannya.
|
1. Membantu
dalam mengidentifikasi kekuatan dan keterampilan yang mungkin membantu pasien
mengatasi keadaannya sekarang dan atau kemungkinan lain untuk memberikan
bantuan yang sesuai.
2. Memungkinkan
pasien untuk membuat keputusan yang didasarkan atas pengetahuannya.
3. Kebanyakan
pasien mengalami masalah yang perlu untuk diungkapkan dan diberi respons
dengan informasi yang akurat untuk meningkatkan koping terhadap situasi yang
sedang dihadapinya saat ini.
4. Pasien
mungkin secara tidak sadar memperoleh keuntungan seperti : terlepas dari
tanggung jawab, perhatian dan kontrol dari yang lain.
|
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
5.
|
Catat
perilaku dari orang terdekat/keluarga yang meningkatkan peran sakit pasien.
|
5. Orang
terdekat/keluarga mungkin secara tidak sadar memungkinkan pasien untuk
mempertahankan ketergantungannya dengan melakukan sesuatu yang pasien sendiri
mampu melakukan tanpa bantuan orang lain.
|
d. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi kurang
mengingat, tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Tujuan :
mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, prognosis, tindakan, melakukan kembali perubahan gaya hidup, berpartisipasi
dalam aturan tindakan.
Tabel
2.4 : Intervensi Diagnosa IV
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
|
Jelaskan
kembali proses penyakit dan prognosis
serta pembatasan kegiatan.
Berikan
informasi tentang berbagai hal dan instruksikan pasien untuk melakukan
perubahan
|
1. Pengetahuan
dasar yang memadai memungkinkan pasien untuk membentuk dan menemukan pilihan
yang tepat.
2. Menurunkan
risiko terjadinya trauma berulang dari leher/punggung dengan menggunakan
otot-otot bokong.
|
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
3.
4.
5.
|
mekanika
tubuh tanpa bantuan dan juga melakukan latihan.
Diskusikan
mengenai pengobatan dan juga efek sampingnya.
Diskusikan
mengenai kebutuhan diet.
Hindari pemakaian pemanas dalam waktu
yang lama.
|
3. Menurunkan
risiko komplikasi/trauma.
4. Diet
tinggi serat dapat mengurangi konstipasi, kalori yang dibatasi dapat
meningkatkan pengontrolan/penurunan
berat badan yang dapat menurunkan tekanan pada diskus intervertebralis.
5. Dapat
meningkatkan kongesti pada jaringan lokal, penurunan sensasi panas dapat
menimbulkan trauma karena panas.
|
(Doenges
E. Marilynn 2000).
5.
Implementasi keperawatan
Pelaksanaan
tindakan keperawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan
untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pemenuhan kebutuhan fisik dan
emosional adalah variasi, tergantung individu dan masalah yang spesifik.
Tindakan
keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara
professional sebagaimana terdapat dalam standar praktik keperawatan. (Handayaningsih
Isti. 2009).
6.
Evaluasi
Evaluasi adalah fase akhir dalam proses keperawatan.
Dengan cara evaluasi, perawat dapat memberikan pendapat pada kuantitas dan
kualitas asuhan yang diberikan. Evaluasi adalah aktivitas terus-menerus yang
memainkan peran penting selama seluruh fase proses keperawatan. Evaluasi
kontinu asuhan adalah satu-satunya cara menentukan apakah asuhan yang
diperlukan telah mencapai hasil yang sesuai. Evaluasi keperawatan menunjukkan
penilaian tentang keefektifan atau kebehasilan struktur, proses dan hasil
aktivitas keperawatan dengan menggunakan standar atau nilai berdasarkan norma
atau berdasarkan kriteria. (Basford Lynn. 2006).
Evaluasi sebgian direncanakan, dan perbandingan yang
sistematik pada status kesehatan klien. Dengan mengukur perkembangan klien
dalam mencapai suatu tujuan, maka perawat bisa menentukan efektifitas tindakan
keperawatan.
Tujuan evaluasi adalah melihat kemampuan
klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan
hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan
yang diberiakan sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri
rencana tindakan keperawatan (klien mencapai tujuan yang ditetapkan).
b. Memodifikasi
rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan).
c. Meneruskan
rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai
tujuan).
Proses evaluasi keperawatan terdiri
dua tahap :
a. Mengukur
pencapaian tujuan klien.
b. Membandingkan
data yang terkumpulkan dengan tujuan dan pencapaian tujuan.
(Handayaningsih Isti. 2009).