Jumat, 15 Juli 2016

Asuhan Keperawatan Pre Op Hernia Inguinalis Lateralis (HIL)

HERNIA INGUINALIS LATERALIS (HIL) 

A.    Konsep Dasar Medis
     1.   Pengertian
a.       Hernia merupakan prostitusi atau penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. (Nurarif Amin Huda. 2015).
b.      Hernia merupakan prostitusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan yang terdiri atas cincin, kantong dan isi hernia. (Suratun. 2010).
c.       Hernia inguinalis atau sering kita sebut sebagai turun berok adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan penonjolan jaringan lunak, biasanya usus, melalui bagian yang lemah atau robek di bagain bawah dinding perut di lipatan paha. (Rahayuningtyas Clara. 2014).

  1. Klasifikasi Hernia
a.       Klasifikasi hernia menurut letaknya :
1)      Hernia inguinal :
Hernia inguinal dibagi menjadi :
a)      Hernia Indirek atau Lateral : hernia ini terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis, dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum.
b)      Hernia Direk atau Medialis : hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Lebih umum terjadi pada lansia.
2)      Hernia Femoralis :
Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoral yang membesar dan secara bertahap menarik peritonium dan hampir tidak dapat di hindari kandung kemih masuk kedalam kantong.
3)      Hernia Umbilikal :
Hernia umbilikal pada umumnya terjadi pada wanita karena peningkatan tekanan abdominal, Biasanya pada klien obesitas dan multipara.
4)      Hernia Insisional :
Hernia insisional terjadi pada insisi bedah sebelumnya yang telah sembuh secara tidak adekuat, gangguan penyembuhan luka kemungkinan disebabkan oleh infeksi, nutrisi tidak adekuat, distensi eksterm atau obesitas.
b.      Klasifikasi hernia berdasarkan terjadinya :
1)      Hernia Kongenital :
Hernia kongenital (bawaan) terjadi pada pertumbuhan janin usia lebih dari 3 minggu testis yang mula-mula terletak di atas mengalami penurunan (desensus) menuju skrotum.
2)      Hernia Akuisitas :
Hernia akuisitas (didapat) yang terjadi setelah dewasa atau pada usia lanjut. Disebabkan karena adanya tekanan intraabdominal yang meningkat dan dalam waktu yang lama, misalnya batuk kronis, konstipasi kronis, gangguan proses kencing (hipertropi prostat, striktur uretra), asites dan sebagainya.
c.       Klasifikasi hernia menurut sifatnya :
1)      Hernia Reponible/Reducible :
Bila isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika berdiri/mengejan dan masuk lagi jika berbaring/didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri/gejala obstruksi usus.
2)      Hernia Irreponible :
Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan kedalam rongga karena perlekatan isi kantong pada pada peritoneum kantong hernia, tidak ada keluhan nyeri/tanda sumbatan usus, hernia ini disebut juga hernia akreta.
3)      Hernia Strangulata/Inkaserata :
Bila isi hernia terjepit oleh cincing hernia, isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali dalam rongga perut disertai akibat yang berupa gangguan pasase/vaskularisasi. (Suratun. 2010).  
  1. Anatomi Fisiologi
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
a.       Mulut
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan dan sistem pernafasan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Saluran dari kelenjar liur di pipi, dibawah lidah dan dibawah rahang mengalirkan isinya ke dalam mulut. Di dasar mulut terdapat lidah yang berfungsi untuk merasakan dan mencampur makanan. Di belakang dan dibawah mulut terdapat tenggorokan (faring). Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung. Pengecapan relatif sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. (Rizqiyansyah Apri. 2013).
b.      Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang. (Anisa Nur Nina. 2014).
c.       Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang di lalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esophagus (dari bahasa Yunani : οiσω, oeso “membawa”, dan έφαγον, phagus “memakan”). Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.
Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian :
1)      Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka).
2)      Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus).
3)      Bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
Dari mulut, makanan menuju ke esophagus yang dindingnya dilapisi epithelium berlapis pipih. Kerongkongan berupa tabung otot yang panjangnya sekitar 25 cm. oleh karena itu otot tersusun secara memanjang dan melingkar, maka jika terjadi kontraksi secara bergantian akan terjadi gerak peristaltik. Dengan gerak peristaltik, makanan terdorong menuju lambung. (Zuyina. 2011).
d.      Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai, Terdiri dari 3 bagian yaitu Kardia, Fundus, Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1)      Lendir.
2)      Asam klorida (HCl).
3)      Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri. (Zuyina. 2011).
e.       Usus Halus
Usus halus berupa tabung yang panjangnya 6-8 meter, terdiri atas 3 bagian, yaitu duodenum (usus 12 jari) panjangnya ± 2,5 meter dan ileum ± 3,6 meter. Dinding usus halus banyak mengandung kelenjar mukosa halus yang menghasilkan 3 liter getah per hari. Getah ini mengandung enzim sakrase, maltase, laktase, serta erepsinogen. Sakrase mencerna sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Maltase mencerna maltose menjadi glukosa. Laktase mencerna laktosa menjadi glukosa. Erepsinogen diaktifkan oleh enterokinase menjadi erepsin. Erepsin adalah suatu enzim peptidase yang mengubah pepton menjadi asam amino.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pylorus dalam jumlah yang bias dicerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. (Zuyina. 2011).
f.       Usus besar (Intestinum Mayor)
Merupakan saluran pencernaan berupa usus berpenampang luas atau berdiameter besar dengan panjang 1,5-1,7 meter dan penampang 5-6 cm. Usus besar merupakan lanjutan dari usus halus yang tersusun seperti huruf U terbalik dan mengelilingi usus halus dari valvula ileosekalis sampai ke anus.
Lapisan Usus Besar :
1)      Lapisan selaput lender (mukosa) : lapisan ini tidak memiliki vili, kripta-kripta yang terdapat di dalam ± 0,5 mm terletak berdekatan satu sama lain.
2)      Lapisan otot melingkar (M. Sirkuler) : lapisan ini berada di sebelah dalam dan berbentuk lingkaran.
3)      Lapisan jaringan ikat (serosa) : lapisan ini merupakan jaringan ikat yang berada di sebelah luar.
Struktur Usus Besar :
1)      Sekum : kantong lebar yang terletak pada fossa iliaka dekstra. Pada bagian bawah sekum terdapat apendiks vermiformis disebut umbai cacing, panjangnya ± 6 cm. Muara apendiks ditentukan oleh titik Mc burney yaitu daerah antara l/3 bagian kanan dan 1/3 bagian tengah garis penghubung kedua spina iliaka anterior superior (SIAS). Sekum seluruhnya ditutupi oleh peritoneum agar mudah bergerak dan dapat diraba melalui dinding abdomen membentuk sebuah katub dinamakan valvula koli (valvula Bauchini). Titik Mc burney : merupakan tempat proyeksi muara ileum ke dalam sekum. Titik potong tapi lateral dengan garis penghubung SIAS kanan dengan pusat. Pada waktu peradangan apendisitis, daerah ini sangat sakit saat ditekan. Kadang-kadang apendiks perlu dibuang dengan operasi apendiktomi untuk menghilangkan infeksi.   
2)      Kolon asendens : bagian yang memanjang dari sekum ke fossa iliaka kanan sampai sebelah kanan abdomen. Panjangnya 13 cm terletak di bawah abdomen sebelah kanan dan di bawah hati ke sebelah kiri. Lengkung ini disebut fleksura hepatica (fleksura koli dekstra) dan dilanjutkan dengan kolon transversum.
3)      Kolon transversum : panjangnya 38 cm membujur dari kolon asendens sampai ke kolon desenden. Berada di bawah abdomen sebelah kanan tepat pada lekukan disebut fleksura lienalis (fleksura koli sinistra), mempunyai mesenterium yang melekat pada omentum mayus.
4)      Kolon desenden : panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri dari atas ke bawah. Dari depan fleksura lienalis sampai depan ileum kiri, bersambung dengan sigmoid dan dinding belakang peritoneum (retroperitoneal).
5)      Kolon sigmoid : bagian ini merupakan lanjutan kolon desenden, terletak miring dalam rongga pelvis. Bagian ini panjangnya 40 cm dalam rongga pelvis sebelah kiri, berbentuk huruf S. Ujung bawahnya berhubungan dengan rektum. Kolon sigmoid ini ditunjung oleh mesenterium yang disebut mesokolon sigmoideum. (Syaifuddin. 2009).
g.      Rektum dan Anus.
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. (Anisa Nur Nina. 2014).
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja di simpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh buang air besar (BAB). Orang dewasa dan anak yang lebih tua bias menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.

Rektum terdiri atas dua bagian yaitu :
1)      Rektum propida : bagian yang melebar disebut ampula rekti, jika terisi sisa makanan akan timbul hasrat defekasi.
2)      Rektum analis rekti : sebelah bawah ditutupi oleh serat-serat otot polos (muskulus sfingter ani internus dan muskulus sfingter ani eksternus). Kedua otot ini berfungsi pada waktu defekasi.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.  (Zuyina. 2011).
  1. Etiologi
Penyebab pasti hernia masih belum diketahui, tetapi ada beberapa predisposisi yang dihubungkan dengan peningkatan risiko hernia, meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.       Peningkatan tekanan intraabdomen :
Banyak faktor yang dapat meningkatkan tekanan intraabdomen. Beberapa pasien mengalami hernia setelah mengalami injuri abdomen. Tekanan abdomen dengan intesitas tinggi seperti pada batuk atau muntah berat, kehamilan, obesitas, cairan intraabdomen, atau mengangkat benda berat meningkatkan dorongan dan beresiko terjadi hernia.

b.      Kelemahan kongenital :
Defek kongenital pada sfingter kardia memberikan predisposisi melemahnya bagian ini, dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen, maka  kondisi hernia menjadi meningkat.
c.       Peningkatan usia :
Kelemahan otot dan kehilangan elastisitas pada usia lanjut meningkatkan risiko terjadinya hernia. Dengan melemahnya elastisitas, sfingter kardia yang terbuka luas tidak kembali ke posisi normal. Selain itu, kelemahan otot diafragma juga membuka jalan masuknya bagian lambung ke rongga toraks. (Muttaqin. 2011).
  1. Insiden
Hernia inguinalis sering terjadi pada pria. Angka kejadian pria adalah 12 kali lebih sering dibanding wanita. Terjadinya hernia pada orang dewasa disebabkan oleh penyebab sekunder seperti umur, namun sering pada usia antara 45 sampai 75 tahun. (Rahayuningtyas Clara. 2014).
Angka kejadian hernia di dunia dengan perbandingan satu diantara 3.000 penduduk atau 0,03 %. Di Amerika insiden hernia inguinalis lateralis yaitu satu diantara 544 penduduk atau 0,18 %, sedangkan di Indonesia insiden hernia inguinalis lateralis yaitu 15 di antara 1000 penduduk atau 1,5 %. Hernia inguinalis lateralis sering dijumpai pada laki-laki, dengan insiden 12 kali lebih sering dibandingkan wanita. (Suratun. 2010).
Berdasarkan data yang diperoleh dari catatan RSUD Tenriawaru Bone dari tahun 2013 sebanyak 189 orang, tahun 2014 sebanyak 213 orang, tahun 2015 sebanyak 217 orang, dan triwulan tahun 2016 ini sebanyak 34 orang. (Rekam Medik RSUD Tenriawaru Bone).
  1. Patofisiologi
Hernia terdiri dari tiga unsur yaitu kantong hernia yang terdiri dari peritoneum, isi hernia (usus, omentum, kadang berisi organ intraperitoneal lain atau organ ekstraperitonel seperti ovarium, apendiks divertikel dan buli-buli), dan struktur yang menutupi kantong hernia yang dapat berupa kulit (skrotum), umbilikus, paru dan sebagainya.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau di dapat, lebih banyak terjadi pada pria dari pada wanita. Faktor yang berperan kausal adalah adanya prosesur faginalis yang terbuka, peningkatan tekanan intraabdomen (pada kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat berat, mengejan saat defekasi dan miksi, akibat BPH dan kelemahan otot dinding perut karena usia).
Secara patofisiologi pada hernia indirek, sebagian usus keluar melalui duktus spermatikus sebelah lateral dari arteri epigastrika inferior mengikuti kanalis inguinalis yang berjalan miring dari lateral atas ke medial, masuk ke dalam skrotum. Juga disebut hernia inguinalis lateralis atau oblique dan biasanya merupakan hernia yang kongenital. Kongenital karena melalui suatu tempat yang juga merupakan kelemahan kongenital. Karena usus keluar dari rongga perut masuk ke dlaam skrotum dan jelas tampak dari luat maka hernia inguinalis disebut pula “hernia eksternal”.
Jika lubang hernia cukup besar maka isi hernia (usus) dapat didorong masuk lagi keadaan ini di sebut hernia reponibel. Jika isi hernia tidak dapat masuk lagi disebut hernia inkaserata, pada keadaan ini terjadi bendungan darah pembuluh darah yang disebut strangulasi. Akibat gangguan sirkulasi darah akan terjadi kematian jaringan setempat yang disebut infark. Infark pada usus disertai dengan rasa nyeri dan perdarahan di sebut infark hemoragik.
Bagian usus yang nekrotik berwarna merah kehitam-hitaman dengan dinding yang menebal akibat bendungan dalam vena. Darah dapat juga masuk ke dalam isi hernia (usus) atau ke dalam kantong hernia. Akibat infeksi kuman yang ada dalam rongga usus yang terbendung, maka mudah terjadi pembusukan atau gangren. (Suratun. 2010).
  1. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik Hernia Inguinalis Lateralis sebagai berikut :
a.       Tampak adanya benjolan di lipatan paha atau perut bagian bawah dan benjolan bersifat temporer yang dapat mengecil dan menghilang yang disebabkan oleh keluarnya suatu organ.
b.      Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan nyeri di tempat tersebut disertai perasaan mual.
c.       Nyeri yang diekpresikan sebagai rasa sakit dan sensasi terbakar. Nyeri tidak hanya didapatkan di daerah inguinal tapi menyebar ke daerah panggul, belakang kaki, dan daerah genetal yang disebut reffred pain. Nyeri biasanya meningkat dengan durasi dan intensitas dari aktifitas atau kerja yang berat. Nyeri akan meredah atau menghilang jika istirahat. Nyeri akan bertambah hebat jika terjadi stranggulasi karena suplai darah ke daerah hernia terhenti sehingga kulit menjadi merah dan panas.
d.      Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah) di samping benjolan di bawah selah paha.
e.       Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut di sertai sesak nafas.
f.       Bila klien mengejan atau batuk maka hernia akan bertambah besar.
(Suratun. 2010).
  1. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada hernia sebagai berikut :
a.       Hernia berulang.
b.      Obstruksi usus persial atau total.
c.       Luka pada usus.
d.      Gangguan suplai darah ke testis jika klien laki-laki.
e.       Perdarahan yang berlebihan.
f.       Infeksi luka bedah.
g.      Fistel urine dan feses.
(Suratun. 2010).
  1. Tes Diagnostik
a.       Pemeriksaan darah lengkap : menunjukkan peningkatan sel darah putih, serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit) dan ketidakseimbangan elektrolit. Pemeriksaan koagulasi darah : mungkin memanjang, mempengaruhi homeostatis intraoperasi atau post operasi.
b.      Pemeriksaan urine :
Munculnya sel darah merah atau bakteri yang mengindikasikan infeksi.
c.       Elektrokardiografi (EKG) :
Penemuan akan sesuatu yang tidak normal memberikan prioritas perhatian untuk memberikan anastesi.
d.      Sinar X abdomen : Menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus atau obstruksi usus.
(Suratun. 2010).
  1. Penatalaksanaan medik
Penatalaksanaan medik hernia inguinalis antara lain :
a.       Terapi Konservatif :
1)      Reposisi :
Tindakan memasukkan kembali isi hernia ke tempatnya semula secara hati-hati dengan tindakan yang lembut tetapi pasti. Tindakan ini hanya dapat dilakukan pada hernia reponibilis dengan menggunakan kedua tangan. Tangan yang satu melebarkan leher hernia sedangkan tangan yang lain memasukkan isi hernia melalui hernia tadi.
2)      Pemakaian penyangga/sabuk hernia :
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur hidup.
b.      Terapi Operatif :
1)      Herniotomi :
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan jika ada perlengkapan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit, ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
2)      Hernioplasti :
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
c.       Medikasi :
1)      Pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri.
2)      Pemberian antiobiotik untuk menyembuhkan infeksi.
d.      Aktivitas dan diet
1)      Aktivitas :
Hindari mengangkat barang yang berat sebelum atau sesudah pembedahan.
2)      Diet :
Tidak ada diet khusus, tetapi setelah operasi diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan gizi seimbang. Tingkatkan masukan serat dan tinggi cairan untuk mencegah sembelit dan mengejan selama buang air besar. Hindari kopi, teh, coklat, minuman berkarbonasi, minuman beralkohol dan setiap makanan atau bumbu yang memperburuk gejala

B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.      1. Pengkajian
Pengkajian dan pengumpulan informasi adalah fase pertama proses keperawatan. Jika data dikumpulkan secara tidak benar, pasien dapat mengalami komplikasi yang besar pada tahap akhir. Masalah kesehatan mungkin diidentifikasi secara tidak tepat dan akan sulit untuk membuat rencana keperawatan yang tepat atau memberikan asuhan keperawatan yang efektif. Pengumpulan informasi yang tidak benar memiliki konsekuensi dengan pencapaian jauh dalam rangkaian tahap proses keperawatan.
Elemen yang paling penting pada fase pengkajian adalah mengawali hubungan perawatan yang berarti, pengumpulan yang benar, pemilihan dan pengaturan data, serta verifikasi anlisis dan laporannya. (Lynn Basford. 2006).
Pengkajian data keperawatan pada klien pre operasi hernia adalah antara lain :
a.       Aktivitas/istirahat : Klien dilakukan anamneses mengenai riwayat pekerjaan, mengangkat beban berat, duduk dan mengemudi dalam waktu yang lama, membutuhkan papan matras untuk tidur. Pada pemeriksaan fisik klien mengalami penurunan rentang gerak, tidak mampu melakukan aktivitas yang biasa, atrofi otot, gangguan dalam berjalan.
b.      Sirkulasi : Apakah klien mempunyai riwayat penyakit jantung, edema pulmonal, penyakit vaskular perifer.
c.       Eliminasi : Apakah klien mengalami konstipasi, adanya inkontinensia atau retensi urine.
d.      Makanan/Cairan : Apakah kilen mengalami gangguan bising usus, mual, muntah, nyeri abdomen, malnutrisi atau obesitas.
e.       Nyeri/Kenyamanan : Apakah klien mengalami nyeri di daerah benjolan hernia walaupun jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau daerah periumbalikal berupa nyeri viseral karena regangan pada mesentrium sewaktu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia.
f.       Keamanan : Apakah klien mempunyai riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan.
g.      Pernafasan : Apakah klien mempunyai riwayat batuk kronik (penyakit paru obstruksi menahun).
(Suratun. 2010).

2.      Penyimpangan KDM
Gambar 2.2 :
Penyimpangan KDM

Faktor pencetus:
Aktivitas berat,
kelemahan, Dinding abdomen,
Intraabdominal tinggi, Adanya tekanan.


                                                                  Hernia
                          
          Hernia Inguinalis
                       
    Kantong hernia memasuki
        celah inguinal
 

          Benjolan pada
         region inguinal
 

        Diatas ligamentum inguinal
        mengecil bila berbaring
 

 Perubahan status kesehatan                                                       Kompresi saraf

  Kurang informasi tentang                 Kelemahan                       Spasme otot
    Penyakit

Mobilitas Fisik

Kurang pengetahuan
                                                                                    Terputusnya jaringan
                                                                                                            saraf

      Nyeri

                                                                                               
 Mekanisme koping tidak efektif                                                      

Kecemasan/Ansietas
                                                                                                           
                                                                                                           

3.     2.  Diagnosa Keperawatan
NANDA (1990) menetapkan diagnosis keperawatan dengan istilah berikut : Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respons individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan actual dan potensial. Diagnosis keperawatan merupakan dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang diperhitungkan perawat. (Basford Lynn. 2006).
Diagnosa keperawatan pada klien pra operasi hernia inguinalis sebagai berikut :
a.       Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik, kompresi saraf, spasme otot.
b.      Mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan, spasme otot.
c.       Ansietas/Kecemasan berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status kesehatan, peran fungsi, ketidakadekuatan metode koping.
d.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi kurang mengingat, tidak mengenal sumber-sumber informasi.
(Doenges E. Marilynn. 2000).
4.      Rencana Tindakan Keperawatan
Perencanaan adalah fase ketiga proses keperawatan. Menyusun rencana secara umum berarti diselesaikan dengan cara tertentu, menggunakan alat tertentu dan dengan waktu tertentu. Secara umum, setiap rencana biasanya meliputi :
a.       Pernyataan tujuan.
b.      Pernyataan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan, yang biasanya mengacu pada instruksi keperawatan, program keperawatan atau preskripsi keperawatan.
c.       Deskripsi kriteria evaluasi, termasuk spesifikasi yang jelas hasil yang diharapkan dan skala waktu hasil tersebut dapat dicapai. (Basford Lynn. 2006).
Rencana asuhan keperawatan pre operasi pada klien hernia :
a.       Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik, kompresi saraf, spasme otot.
Tujuan : Melaporkan rasa nyeri hilang/terkontrol, mengungkapkan metode yang memberikan penghilangan, mendemostrasikan penggunaan intervensi terapeutik untuk menghilangkan nyeri.
Tabel 2.1 : Intervensi Diagnosa I
No.
Intervensi
Rasional
1.



2.
Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi, lamanya serangan.

Pertahankan tirah baring.

1.   Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap terapi.
2.   Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien untuk menurunkan spasme otot, menurunkan penekanan pada bagian tubuh tertentu dan memfasilitasi terjadinya reduksi
No.
Intervensi
Rasional

3.





4.



5.

Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan.



Instruksikan pada pasien untuk melakukan teknik relaksasi/visualisasi.
Berikan obat sesuai dengan kebutuhan.
dari tonjolan diskus.
3.   Menurunkan gaya gravitasi dan gerak yang dapat menghilangkan spasme otot dan menurunkan edema dan tekanan pada struktur sekitar diskus intervertebralis yang terkena.
4.   Memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan tegangan otot dan meningkatkan proses penyembuhan.
5.   Merelaksasikan otot dan menurunkan nyeri.

b.      Mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan, spasme otot.
Tujuan : mengungkapkan pemahaman tentang situasi/faktor risiko dan aturan pengobatan individual, mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit/kompensasi.
Tabel 2.2 : Intervensi Diagnosa II
No.
Intervensi
Rasional
1.





2.
Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang spesifik.


Catat respon
1.      Tergantung pada bagian tubuh yang terkena/jenis prosedur, aktivitas yang kurang berhati-hati akan meningkatkan kerusakan spinal.
2.      Immobilitas yang dipaksakan
No.
Intervensi
Rasional


3.




4.



5.
emosi/perilaku pada immobilisasi.
Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif.


Demonstrasikan penggunaaan alat penolong, seperti alat bantu jalan/tongkat.

Berikan obat untuk menghilangkan nyeri kira-kira 30 menit sebelum memindahkan/melakukan ambulasi pasien.
dapat memperbesar kegelisahan, peka rangsang.
3.      Keterbatasan aktifitas bergantung pada kondisi yang khusus tetapi biasanya berkembang dengan lambat sesuai toleransi.
4.      Memberikan stabilitas dan sokongan untuk mengkompensasi gangguan tonus/kekuatan otot dan keseimbangannya.
5.      Antisipasi terhadap nyeri dapat meningkatkan ketegangan otot. Obat dapat merelaksasikan pasien, meningkatakn rasa nyaman dan kerjasama pasien selama melakukan aktivitas.

c.       Ansietas/Kecemasan berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status kesehatan, peran fungsi, ketidakadekuatan metode koping.
Tujuan : tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat dapat diatasi, mengidentifikasi ketidakefektifan perilaku koping dan konsekuensinya, mengkaji situasi terbaru dengan akurat, mendemostrasikan keterampilan pemecahan masalah.


Tabel 2.3 : Intervensi Diagnosa III
No.
Intervensi
Rasional
1.







2.



3.







4.



Kaji tingkat ansietas pasien.






Berikan informasi yang akurat dan jawab dengan jujur.

Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapinya.




Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.

1.   Membantu dalam mengidentifikasi kekuatan dan keterampilan yang mungkin membantu pasien mengatasi keadaannya sekarang dan atau kemungkinan lain untuk memberikan bantuan yang sesuai.
2.   Memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang didasarkan atas pengetahuannya.
3.   Kebanyakan pasien mengalami masalah yang perlu untuk diungkapkan dan diberi respons dengan informasi yang akurat untuk meningkatkan koping terhadap situasi yang sedang dihadapinya saat ini.
4.   Pasien mungkin secara tidak sadar memperoleh keuntungan seperti : terlepas dari tanggung jawab, perhatian dan kontrol dari yang lain.




No.
Intervensi
Rasional
5.
Catat perilaku dari orang terdekat/keluarga yang meningkatkan peran sakit pasien.
5.   Orang terdekat/keluarga mungkin secara tidak sadar memungkinkan pasien untuk mempertahankan ketergantungannya dengan melakukan sesuatu yang pasien sendiri mampu melakukan tanpa bantuan orang lain.

d.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi kurang mengingat, tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Tujuan : mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, prognosis, tindakan, melakukan  kembali perubahan gaya hidup, berpartisipasi dalam aturan tindakan.
Tabel 2.4 : Intervensi Diagnosa IV
No.
Intervensi
Rasional
1.




2.



Jelaskan kembali  proses penyakit dan prognosis serta pembatasan kegiatan.

Berikan informasi tentang berbagai hal dan instruksikan pasien untuk melakukan perubahan
1.   Pengetahuan dasar yang memadai memungkinkan pasien untuk membentuk dan menemukan pilihan yang tepat.
2.   Menurunkan risiko terjadinya trauma berulang dari leher/punggung dengan menggunakan otot-otot bokong.
No.
Intervensi
Rasional



3.


4.







5.

mekanika tubuh tanpa bantuan dan juga melakukan latihan.
Diskusikan mengenai pengobatan dan juga efek sampingnya.
Diskusikan mengenai kebutuhan diet.






Hindari pemakaian pemanas dalam waktu yang lama.



3.   Menurunkan risiko komplikasi/trauma.

4.   Diet tinggi serat dapat mengurangi konstipasi, kalori yang dibatasi dapat meningkatkan pengontrolan/penurunan  berat badan yang dapat menurunkan tekanan pada diskus intervertebralis.
5.   Dapat meningkatkan kongesti pada jaringan lokal, penurunan sensasi panas dapat menimbulkan trauma karena panas.
(Doenges E. Marilynn 2000).
5.      Implementasi keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional adalah variasi, tergantung individu dan masalah yang spesifik.
Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara professional sebagaimana terdapat dalam standar praktik keperawatan. (Handayaningsih Isti. 2009).
6.      Evaluasi
Evaluasi adalah fase akhir dalam proses keperawatan. Dengan cara evaluasi, perawat dapat memberikan pendapat pada kuantitas dan kualitas asuhan yang diberikan. Evaluasi adalah aktivitas terus-menerus yang memainkan peran penting selama seluruh fase proses keperawatan. Evaluasi kontinu asuhan adalah satu-satunya cara menentukan apakah asuhan yang diperlukan telah mencapai hasil yang sesuai. Evaluasi keperawatan menunjukkan penilaian tentang keefektifan atau kebehasilan struktur, proses dan hasil aktivitas keperawatan dengan menggunakan standar atau nilai berdasarkan norma atau berdasarkan kriteria. (Basford Lynn. 2006).
Evaluasi sebgian direncanakan, dan perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien. Dengan mengukur perkembangan klien dalam mencapai suatu tujuan, maka perawat bisa menentukan efektifitas tindakan keperawatan.
     Tujuan evaluasi adalah melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberiakan sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
a.       Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien mencapai tujuan yang ditetapkan).
b.      Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan).
c.       Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan).
Proses evaluasi keperawatan terdiri dua tahap :
a.       Mengukur pencapaian tujuan klien.
b.      Membandingkan data yang terkumpulkan dengan tujuan dan pencapaian tujuan.
(Handayaningsih Isti. 2009).

2 komentar: